Apa yang dimaksud dengan SPT (Surat
Pemberitahuan)?
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan
pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Apa dasar hukum dari SPT?
Apa dasar hukum dari SPT?
- Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983.
- SE Dirjen Pajak No. SE - 04/PJ.33/1998 tanggal 30 April 1998 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunnan Pajak Penghasilan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 518/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Selain Melalui Kantor Pos.
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 517/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pengambilan Surat Pemberitahuan.
- Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 01/PJ.9/2000 tanggal 24 April 2000 tentang pelaksanaan pelaporan menggunakan Media Elektronik.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 533/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata uang selain Rupiah Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 534/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Serta Keterangan dan atau Dokumen yang harus dilampirkan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 535/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak tertentu Yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 536/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=36660e59856b4de58a219bcf4e27eba3">536/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 537/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan SPT Dalam Jangka Waktu Yang Ditentukan.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.03/2003 tanggal 28 Februari 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 536/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=36660e59856b4de58a219bcf4e27eba3">536/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 49/PJ/2003 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
Baru-baru ini telah terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran
Pajak. Peraturan Dirjen ini mengatur bentuk formulir SSP menggantikan peraturan
sebelumnya yang mengatur bentuk SSP yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-01/PJ/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-102/PJ/2006. Ketentuan baru tentang bentuk SSP ini mulai
berlaku tanggal 1 Juli 2009.
Perubahan Bentuk SSP
Secara umum bentuk SSP lama dan SSP baru hampir sama saja.
Namun demikian ada beberapa perubahan dalam SSP baru yaitu :
a. Dalam SSP baru ini ditambahkan ruang untuk mencantumkan
Nomor Objek Pajak PBB serta alamat Objek Pajak. Informasi ini dicantumkan dalam
hal ada pembayaran pajak yang terkait dengan objek PBB yaitu pembayaran PPh
atas transaksi pengalihan hak atas tanah/bangunan dan pembayaran PPN kegiatan
membangun sendiri.. Pencantuman data NOP ini, seperti dijelaskan dalam
pertimbangan peraturan ini, adalah untuk dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.
b. Diperkenalkannya istilah Kode Akun Pajak sebagai pengganti
Kode Mata Anggaran Penerimaan (Kode MAP) dalam SSP lama. Perubahan istilah ini
tidak terlepas dari adanya penyempurnaan Bagan Perkiraan Standar menjadi Bagan
Akun Standar yang menjadi dasar pengisian Kode Akun Pajak dalam SSP baru ini.
Namun demikian, kalau saya lihat sepintas kode MAP lama sama saja dengan Kode
Akun Pajak baru ini sebagaimana dicantumkan dalam lampiran 2 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini. Untuk mengetahui daftar lengkap Kode Akun Pajak silahkan
klik di link berikut : Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran.
1.
Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat setoran pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalaui
kantor penerima pembayaran.
Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP)
adalah sebagai bukti pembayaran paajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatakan
validasi.
a.
Pembayaran Pajak dan Surat Setoran Pajak.
Pembayaran pajak di lakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut:
· Membayar sendiri pajak yang
terutang
· Melalui pemotongan dan pemungutan
oleh pihak lain
· Melalui pembayaran pajak di luar
negeri
· Pemungutan PPN olenh pihak penjual
atau oleh pihak yang di tunjuk pemerintah
· Pembayaran pajak lainnya seperti:
- Pembayaran pajak bumi dan bangunan
(PBB)
- Pembayaran bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (BPHTB)
- Pembayaran bea materai.
b. Surat Setoran Pajak (SSP)
Standar
SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakansebagai bukti pembayaran
dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak (Per-01/PJ./2006)
SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua
jenis pajak yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum
terhubung secara on line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk
penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan.
SSP
Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang peruntukannya sebagai berikut
:
·
Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
·
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
·
Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
·
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
·
Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain
sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
·
SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk
Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan dalam lampiranII Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. Per-01/PJ./2006
Wajib
Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya
sesuai dengan lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
c. SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya
sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam
administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran
yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan
Direktorat Jenderal Pajak.
SSP
Khusus dicetak :
·
pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak
sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3
SSP Standar;
·
terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama
dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar
Nominatif Penerimaan (DNP).
d. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai
dan Pajak dalam Rangka Impor)
SSPCP adalah SSP yang digunakan
importir atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP dibuat dalam rangkap
delapan yang diperuntukannya sebagai berikut:
· Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui
penyetor
· Lembar ke 1b. Untuk penyetor
· Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui
KPPN
· Lembar ke 2b dan ke 2c. Untuk KPP
melalui ke KPPN
· Lembar ke 3a dan ke 3b. Untuk KPP
melalui penyetor
· Lembar ke 4 untuk Bank
Devisa persepsi, Bank Perserpsi atau PT POS Indonesia
e. SSCP (Surat Setoran Cukai atas
Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri)
SSCP adalah SSP yang digunakan oleh
pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan
dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap:
· Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui
penyetor
· Lembar ke 1b. Untuk penyetor
· Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui
KPPN
· Lembar ke 2b. Untuk KPP melalui KPPN
· Lembar ke 3 untuk KPP melalui
Penyetor
· Lemabar ke 4 untuk bank persepsi
2.
Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga atau denda. Surat tagihan pajak diterbitkan apabila:
a.
Pajak penghasilan dalam tahun berjalan
tidak atau kurang bayar.
b.
Dari hasil penelitrian terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.
c.
Wajib pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda atau bunga.
d.
Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat
dfaktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e.
Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: identitas
pembeli, nama dan tanda tangan).
f.
PKP melaporkan faktur pajak tidak
sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
g.
PKP yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian pajak dimaksud dalam pasal 9 ayat (6 A) UU PPN 1984 dan
perubahannya.
Fungsi STP adalah sebagai koreksi
atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak, sarana mengenakan
sanksi administrasi berupa bunga dan alat untuk menagih pajak. Pengenaan sanksi
berkaitan dengan STP diuraikan sebagai berikut:
1. Sanksi administrasi berupa bunga 2 %
per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan
diterbitkannya surat STP atau STP yang diterbitkan karena PPh dalam tahun
berjalan tidak atau kurang baik, atau dari hasil penelitian surat pemberitahuan
yang menunujukkan pajak kurang bayar karena terdapat salah tulis atau salah
hitung.
2. Sanksi administrasi berupa denda 2 %
dari dasar pengenaan pajak dikenakan terhadap pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat
faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau pengusaha yang telah dikukukan
sebagai pengusaha kena pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
atau pengnusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
3. Sanksi administrasi berupa bunga 2 %
dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP
sampai dengan tanggal penerbitan STP terhadap PKP yang gagal berproduksi dan
telah diberikan pengembalian pajak masukan.
3.
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB).
a.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
b.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan
SKPKBT
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
c.
SKPLB
SKPLB
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.
d.
SKPN
SKPN
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
4.
Keberatan, Banding, Pemeriksaan dan Penyidikan
a.
Keberatan
Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi , jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, dapat mengajukan
keberatan. Keberatan hanya ditujukan kepada Dirjen Pajak, Keberatan tersebut
diajukan atas suatu:
1.
SKPKB
2.
SKPKBT
3.
SKPN
4.
SKPLB
5.
Pemotongan atau pemgungutan pajak
oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perUUan perpajakan.
Tata
cara pengajuan keberatan adalah sebagai berikut:
1.
Keberatan harus diajukan terhadap
suatu jenis pajak dan satu masa pajak atau tahun pajak.
2.
Keberatan diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak
,yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak
dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3.
Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau sejak tanggal pemotonngan
atau pemungutan pajak, kecualli apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
4.
Wajib pajak yang masih mempunyai
utang pajak, wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
sebelum surat keberatan disampaikan.
5.
Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan di atas tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan.
6.
Dalam jangka waktu 12 bulan, sejak
tanggal surat kebertan diterima, Dirjen Pajak harus memenuhi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Atas keberatan yang diajukan, Dirjen Pajak dapat
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besar.
7.
Apabila dalam jangka waktu tersebut
no. 6 telah terlampaui dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yanng diajukan wajib pajak dianggap dikabulkan.
8.
Terhadap STP, SKPKB, serta SKPKBT,
dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding,
serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak
tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka
waktu pelunasaannya tertangguh sampai denngan 1 bulan sejak tanggal penerbitan
surat keputusan keberatan.
9.
Terhadap STP , SKPKB, serta
SKPKBT, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan
banding, serta putusan peninjauan kembali, yang dialami oleh wajib pajak usaha
kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2 bulan
sejak jangka waktu diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan, janngka waktu pelunasannyha tertanmgguh sampai dengan 1 bulan sejak
tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
10.
Wajib pajak yang mengungkapkan
pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dalam proses keberatan
yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada
saat pemeriksaan belum diperoleh wajib pajak dari pihak ketiga, pembukkuan,
catatan, data, informasi atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan
dalam penyelesaian keberatan.
b.
Banding
Apabila wajib pajak masih belum puas dengan surat keputusan keberatan atas
keberatan yang diajukannya, wajib pajak masih dapat menngajukan banding kepada
badan peradilan pajak.
Tata cara pengajuan banding adalah sebagai berikut:
1.
Permohonan banding diajukan secara
tertulis dalamk bahasa indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan
sejak surat keputusan keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan surat
keputusan keberatan.
2.
Terhadap STP, SKPKB, SKPKBT, surat
keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding serta putusan
peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan,
tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasannya
tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
3.
Terhadap surat tagihan pajak, SKPKB,
SKPKBT, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding
serta putusan peninjauan kembali yang dialami oleh wajib pajak yang harus
dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2 bulan sejak
tanggal diterbitkan, tetapi belu dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka
waktu pelunasaannya tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan
putusan banding.
4.
Jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan permohonan keberatan pada nomor 3 tidak termasuk sebagai utang
pajak.
5.
Jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang
sampai dengan putusan banding.
c.
Pemeriksaan
Dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak dan tujuan lain antara lain:
1.
Pemberian NPWP secara jabatan.
2.
Penghapusan NPWP.
3.
Pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan pengusaha kena pajak.
4.
Wajib pajak mengajukan keberatan.
5.
Pengumpulan bahan guna penyusunan
norma penghitungan penghasilan bersih
6.
Pencocokan data dan atau alat keterangan.
7.
Penentuan wajib pajak beralokasi di
tempat terkecil.
8.
Penentuan satu atau lebih tempat
terutang pajak pertambahan nilai.
9.
Pemeriksaan dalam rangka penagihan
pajak.
10.
Penentuan saat mulai berproduksi
sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
11.
Pemenuhan permintaan informasi dari
negara mitra perjanjian penghindaran pajak bertambah.
d.
Penyidikan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat
dilakukan oleh pejabat PNS tertentu di lingkungan Dirjen pajak diberi wewenang
pidana di bidang perpajakan. Wewenang penyidik tersebut :
1.
Menerima, mencari, mengumpulkan, dan
meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan
jelas.
2.
Meneliti, mencari, mengumpulkan
keteranga orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
3.
Meminta keterangan dan bahan bukti
dari orang pribadi atau badan sehubungan denga tindak pidana di bidang
perpajakan.
4.
Memeriksa buku, catatan dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5.
Melakukan penggeledahan untuk me
ndapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
6.
Meminta bantuan tenaga ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidanng perpajakan.
7.
Menyuruh berhenti dan atau melarang
seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan atau dokumen yang dibawa.
8.
Memotret seseorang yang berkaitan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
9.
Memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
10.
Menghentikan penyidikan.
11.
Melakukan tindakan lain yang perlu
untuk pelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surat Setoran Pajak adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Tempat pembayaran atau penyetoran
pajak antara lain :
a. Kantor Pos.
b. Bank Badan
Usaha Milik Negara.
c. Bank
Badan Usaha Milik Daerah.
d. Tempat
pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Contoh : Bank Swasta tertentu (Bank
BCA).
Formulir SSP dibuat dalam
rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut :
2. lembar ke-2 : untuk Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
3. lembar ke-3 : untuk
dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
4. lembar ke-4 : untuk arsip
Kantor Penerima Pembayaran.
Apabila diperlukan di SSP dibuat
rangkap 5 (lima) dengan ketentuan lembar ke-5 :
5. lembar ke-5 : untuk arsip
Wajib Pungut atau pihak lain.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode
Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan berdasarkan Tabel Akun Pajak dan
Kode Jenis Setoran.
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan bentuk dan isi
sesuai dengan formulir SSP.
Satu formulir SSP hanya dapat
digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu
Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu
Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan
Pasal 3 ayat (3a) huruf a
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa
Masa Pajak dalam satu SSP.
Pengertian SPT
(UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 1 (11))
Surat Pemberitahuan adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jenis formulir SPT
Ada
beberapa formulir dalam pelaporan SPT ini, diantaranya adalah :
- formulir 1770
- formulir 1770S
- Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan dari pekerjaannya lebih dari satu pemberi kerja, atau penghasilannya lebih dari Rp60.000.000,00 setahun, atau Wajib Pajak tersebut memiliki penghasilan lain. Formulir 1770S ini tidak bisa digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
- formulir 1770 SS
- formulir SPT Tahunan yang paling sederhana yang ditujukan Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya setahun hanya dari pekerjaan dan jumlahnya tidak lebih dari Rp60.000.000,00 setahun.
- formulir 1721- A1 dan atau 1721- A2
- Formulir keterangan dari pemberi kerja yang menjelaskan pajak dari wajib pajak yang sudah dipotong oleh pemberi Kerja.Formulir ini dilampirkan saat SPT dilaporkan.
Jenis SPT
=
Ada
dua jenis SPT, yaitu : =====
- SPT Masa
- adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
- SPT Tahunan
- adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Pengisian & Penyampaian SPT
Cara
mengisi dan penyampaian SPT adalah :
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
- Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
Fungsi SPT
Fungsi
SPT adalah :
- Wajib Pajak PPh
- Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
- pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
- penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
- harta dan kewajiban;
- pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
- Pengusaha Kena Pajak
- Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
- pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
- pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
- Pemotong/ Pemungut Pajak
- Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Tempat pengambilan SPT
Setiap
WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP,
Kantor Pusat DJP,
atau melalui website DJP : http://www.pajak.go.id untuk mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan
isi yang sama dengan aslinya.
PROSEDUR
PENYAMPAIAN SPT
Cara Penyampaian SPT Bagaimana cara
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah
- disampaikan secara langsung
- melalui Kantor Pos dengan Pos tercatat.
- perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
Tata Cara Pengisian SPT Tahunan
Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk Pejabat Negara, PNS dan Anggota TNI
(SE - 17/PJ.23/1989)
(SE - 17/PJ.23/1989)
1.
|
Daftar penghasilan pejabat negara,
PNS, dan anggota TNI yang dikeluarkan bendaharawan gaji, berlaku sebagai
bukti formulir SPT 1721.A1 dan dilampirkan pada SPT 1770 S
|
|
2.
|
Apabila PPh yang terutang lebih
besar dari Kredit PPh Pasal 21, maka PPh yang diperhitungkan sebagai kredit
pajak adalah sebesar PPh yang seharusnya terutang/dipotong, sedangkan apabila
PPh yang terutang lebih kecil dari Kredit PPh Pasal 21, maka PPh yang
diperhitungkan sebagai kredit pajak adalah PPh yang terutang yang lebih kecil
tersebut.
|
|
3.
|
Penghitungan PPh Pasal 21 atas
penghasilan berupa tunjangan lainnya yang tidak melekat pada gaji, misalnya
honorarium atau imbalan jasa lainnya yang dananya disediakan dalam DIK
Departemen ybs adalah dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas PKP.
Kemudian Jmlah PPh yang diperoleh dikurangi dengan Kredit PPh Pasal 21 atas
gaji dan tunjangan yang termasuk dalam daftar gaji. Apabila terdapat
kekurangan pembayaran pajaknya maka harus dilunasi sendiri oleh pegawai
tersebut
|
|
4.
|
Kesimpulan :
|
|
|
a.
|
Apabila karyawan yang menerima
penghasilan hanya dari bendaharawan gaji instansi yang bersangkutan maka PPh
yang terhutang pada SPT 1770 S, dianggap sama (disamakan), sehingga tidak ada
sisa #Kurang Bayar# atau #Lebih Bayar#
|
|
b.
|
Apabila Karyawan tersebut juga
menerima penghasilan diluar Bendaharawan gaji instansinya sendiri (
honorarium ataupun imbalan jasa lainnya) sehingga mengakibatkan terdapat
kekurangan setor PPh dalam perhitungan SPT 1770 S, maka kekurangan tersebut
harus dibayar sendiri, dan apabila ada kelebihan dapat direstitusi.
|
Contoh :
Tuan A, status TK/0, PNS di
Departemen Keuangan dengan data penghasilan sebagai berikut :
Penghasilan Neto
|
Rp
|
15.600.000,-
|
|
Kredit PPh Pasal 21
|
Rp
|
670.000,-
|
|
Pengisian SPT
|
|
|
|
Penghasilan
Neto
|
Rp
|
15.600.000,-
|
|
PTKP
|
Rp
|
2.880.000,-
|
|
|
|
|
|
Penghasilan Kena Pajak
|
Rp
|
12.720.000,-
|
|
PPh Terutang
|
Rp
|
6.360.000,-
|
|
Kredit PPh Pasal 21 *)
|
Rp
|
6.360.000,-
|
|
Surat Pemberitahuan
Posted by dwiyanto
Maret 14, 2009
Pada kesempatan kali ini, pembelajaran berkenaan dengan SPT.
Apa sebenarnya SPT itu? Untuk bulan Pebruari dan Maret sering kita lihat
spanduk misalnya bertuliskan ”Batas pelaporan SPT tahunan paling lambat: 31
Maret 2009 untuk WP OP dan 30 April 2009 untuk WP Badan”.
Terkadang untuk
Wajib Pajak yang baru terdaftar/memiliki NPWP dan orang yang belum ber NPWP,
mungkin akan sedikit bertanya-tanya, apa sih SPT?
Definisi SPT
sendiri sudah tercantum dalam UU No 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 28 tahun 2007
Definisi SPT
SPT (Surat Pemberitahuan) adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jenis SPT yaitu:
-
SPT Masa, yaitu Surat
Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak
-
SPT Tahunan, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak
Lalu ada
berapakah jenis SPT masa dan tahunan?
SPT
Masa ada beberapa jenis:
- SPT Masa PPh Pasal 21/26
- SPT Masa PPh Pasal 22
- SPT Masa PPh Pasal 23/26
- SPT Masa PPh Pasal 25
- SPT Masa PPh Pasal 4(2)
- SPT Masa PPN
- SPT Masa PPN Pemungut
- SPT Masa PPnBM
SPT
Tahunan ada beberapa jenis:
- SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
-
SPT untuk Wajib Pajak yang
berstatus sebagai pegawai (1770 S)
-
SPT untuk Wajib pajak OP yang
berstatus sebagai usahawan (1770)
-
SPT untuk Wajib Pajak OP yang
berstatus sebagai pegawai dengan jumlah penghasilan bruto setahun kurang dari
Rp. 60.000.000,- (1770 SS)
- SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (1771)
- SPT Tahunan PPh Pasal 21 (1721)
kalau per bulan sudah memasukkan SPT masa, pada akhir tahun perlu memasukkan SPT tahunan atau tidak? terima kasih atas pencerahannya
BalasHapusTRIMAKASIH
BalasHapus