Kota Rancangan Anti Tsunami Buatan Jepang
Setelah
gempa bermagnitud 9 mengguncang Jepang pada 11 Maret 2012 lalu, Jepang
belajar bahwa pertahanan yang telah diupayakan seperti dinding laut
ternyata tak cukup.
Keiichiro
Sako dari Sako Architechts di Tokyo merancang sebuah kawasan tepi
pantai yang anti tsunami. Kawasan ini bisa dikatakan sebuah pulau
buatan yang letaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dinamai "Sky
Village" atau Kampung Langit.
Rencananya,
rancangan kawasan tersebut akan diwujudkan di kawasan Tohoku, timur
laut Jepang, yang tahun 2011 lalu dihancurkan gempa. Meskipun terdengar
seperti mimpi, Sako yakin rancangannya bisa diwujudkan.
"Saya
ingin menawarkan cara agar orang dapat tetap hidup dan bekerja dengan
aman serta tetap nyaman tinggal dataran rendah, ini alasannya saya
memulai proyek ini," kata Sako.
Akibat
gempa tahun lalu, pemerintah Jepang berencana untuk mengajak warga
meninggalkan desa-desa yang diterjang tsunami serta merelokasi warga ke
area yang lebih tinggi, lebih jauh dari pantai.
Menurut
Sako, rencana pemerintah Jepang kurang tepat. Rencana pembangunan Sky
Village lebih tepat karena tidak mengharuskan warga meninggalkan daerah
asal dan cara hidup semula.
"Bagaimana
anda hidup aman di dataran rendah? Pilihannya hanya membangun bangunan
buatan yang tinggi," ungkap Sako seperti dikutip website China.org.cn,
Jumat (13/2/2012) lalu.
"Sekarang,
jika anda membuatnya, dan berbentuk kotak, mumngkin akan langsung
dihantam oleh tsunami. Jadi saya pikir yang harus dilakukan adalah
membangun struktur bentuk lingkaran dengan fondasi baja," tambah Sako.
Rancangan
berbentuk lingkaran atau oval sangat penting. Jika bangunan berbentuk
kotak, maka air dari gelombang tsunami akan langsung menghantam. Jika
bangunan berbentuk oval, maka air akan mengalir ke samping.
Sako
merancang bangunan sebaik mungkin sehingga anti-tsunami. Saat tsunami,
gerbang bangunan tertutup sehingga air tak bisa masuk. Listrik
disuplai dengan energi terbarukan agar tetap bisa beroperasi. Ada pula
cadangan baterai lithium.
Sky
Village memiliki kluster-kluster. Terdapat kluster untuk sekolah,
hunian, dan perikanan. Ada pula tempat yang untuk membantu aktivitas
perikanan sehingga mendukung aktivitas warga sebagai nelayan.
Dana
pembangunan Sky Village tentunya sangat besar. Yasuaki Onoda dari
Departemen Arsitektur dan Ilmu Bangunan di Tohoku University
memperkirakan bahwa biayanya bisa mencapai triliunan rupiah per 'pulau'.
Untuk
mengatasi tantangan biaya, Sako mengatakan bahwa akan mendaur ulang
material bangunan yang dihancurkan tsunami tahun lalu. Ia percaya,
bangunan tak cuma akan membantu para penduduk, tapi juga menjadi tujuan
wisata.
Komentar
Posting Komentar